Subscribe

RSS Feed (xml)



Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Sabtu, 06 September 2008

CARUT MARUT PENDIDIKAN INDONESIA

Dunia pendidikan tampaknya semakin menggila. Pemerintah seolah tidak mempunyai pekerjaan lebih penting selain membuat siswanya stres. Berdalih meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), justru kenyataannya pelaku pendidikan dibuat bingung dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang rasanya hanya buang-buang waktu.
Sebut saja pemberlakuan kurikulum di negeri ini yang selalu mengalami pergantian, seperti yang terjadi pada tahun 1968, 1975, 1984, 1994, 2004 dan 2006. Kurikulum sekolah yang satu dengan yang lain belum tentu sama. Masalah akan muncul ketika diadakannya ujian. Materi yang dipakai tentu bukan dari semua yang telah dipelajari, melainkan materi yang dipelajari dari semua kurikulum. Hal ini telah nyata terjadi. Saat ujian nasional SMP tahun ajaran 2006/2007 yang lalu, SMP N 1 Singaraja memakai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), sedangkan sekolah lainnya masih menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pada KBK, masih ada campur tangan pemerintah dalam penentuan kebijakan. Sedangkan KTSP, sekolah diberikan kewenangan penuh untuk mengatur segala sesuatunya. Kurikulum ini menuntut siswa tidak hanya dari nilai akhir, melainkan lebih pada prosesnya. KTSP awalnya dianggap sebagai kurikulum terbaik, tetapi toh ujian nasional tetap saja menggunakan KBK. Siswa yang sekolahnya menggunakan KTSP, tentu juga harus mempelajari kurikulum yang sebenarnya tidak diberlakukan di sekolah itu. –Kegiatan yang buang-buang waktu bukan???-
Selain itu, pemerintah juga sempat mencanangkan program televisi pendidikan yang disiarkan di TVRI, dengan biaya milyaran atau bahkan sampai trilyunan rupiah. Benar-benar suatu pemborosan besar terhadap uang milik rakyat!!! Apa pemerintah akan menghimbau seluruh siswa untuk menonton acara tersebut? Apa siswa akan mengerti dengan cara pembelajaran seperti itu?
Wajar saja bila televisi pendidikan sama sekali tidak mendapat sambutan hangat. Sangat disayangkan, pemerintah menggunakan dana yang begitu besar untuk hal yang sia-sia. Padahal di luar sana, masih banyak sekolah-sekolah yang sangat membutuhkan dana untuk kelengkapan fasilitas dan kenyamanan belajar.
Bukan hanya itu, pemerintah juga melakukan tindakan ceroboh terhadap penentuan kelulusan siswa. Lucunya, pemerintah membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan sebelumnya. Di satu sisi, KTSP dikatakan lebih mementingkan proses. Tapi pada UN, lulus atau tidaknya siswa hanya ditentukan dalam waktu 3x2 jam. Tidak heran jika hal tersebut dipertentangkan oleh banyak kalangan. Bagaimana mungkin nasib seorang siswa hanya ditentukan dalam waktu sedemikian singkat. Bukankah seorang yang mendapat nilai 9 pada bidang studi bahasa Indonesia, belum tentu bisa membuat artikel atau puisi? Lantas dimana penghargaan terhadap mereka yang telah menyumbangkan prestasi gemilang selama bertahun-tahun, namun gagal dalam ujian nasional? Siapa yang akan bertanggung jawab??
Tidak puas dengan hal tersebut, pemerintah lagi-lagi membuat siswa geram. Standar kelulusan UN kembali dinaikkan. Tahun ini standarnya 5,25 untuk tingkat SMA/SMK, sedangkan SMA N 1 Singaraja harus bisa menerima jika standar yang ditetapkan adalah 6,0. Hal ini diberlakukan bagi seluruh sekolah berpredikat SMA BI. “Kenapa gak sekalian aja, standar dinaikkan menjadi 9,0? Biar pengangguran di Indonesia tambah banyak!!”, ujar seorang siswa yang tidak ingin disebutkan namanya.
Apa pemerintah berfikir dengan dinaikkannya standar kelulusan, akan diiringi dengan kenaikan kualitas SDM? Tidak sama sekali! Pemerintah hanya akan membuat para pelaku pendidikan berbuat curang, demi kelulusan anak didiknya. Tidak tanggung-tanggung, seorang guru pun bisa melakukan tindakan itu. Hal ini mengingatkan kita pada ulah seorang oknum kepala sekolah di Jawa yang mencuri paket soal ujian. Oknum tersebut nekat melakukan hal itu untuk meluluskan semua siswanya. Perbuatan yang dilakukan itu memang tidak dapat dibenarkan, tapi apakah pemerintah tidak juga patut dipersalahkan?
Kita tanyakan saja pada Bambang Sudibyo selaku Menteri Pendidikan Nasional, “Sudahkan anda puas melihat siswa semakin pintar untuk berbuat curang?? Kami tunggu peraturan-peraturan gila selanjutnya”

Tidak ada komentar: