Subscribe

RSS Feed (xml)



Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Sabtu, 25 Oktober 2008

Baju Kelas

Tradisi Atau Gengsi???!!


Merah, kuning, hijau, biru, putih, hitam dan lain sebagainya. Yang jelas bukan sekedar warna. Dengan desain yang memadukan berbagai warna tersebut, ditambah dengan sentuhan goresan-goresan penuh makna, dan padu padan yang mantap, menjadikannya sebagai ajang berkreasi yang sudah menjadi tradisi. Ya, itulah baju kelas. Yang selalu hadir dengan corak dan desain yang berbeda setiap tahunnya. Membuat baju kelas sepertinya sudah jadi tradisi dari tahun ke tahun, dari generasi satu ke generasi selanjutnya. Dan nampaknya tradisi ini terlanjur mendarah daging pada diri siswa-siswi sekolah yang memang sulit untuk dihilangkan. Bukan cuma anak SMA bahkan anak SMP pun sudah menerapkan tradisi ini. Mengusung berbagai warna, lambang, kata-kata atau apapun yang dianggap mewakili karakter kelas tersebut.

Kalau dipikir-pikir sebenarnya untuk apa sih kita buat baju kelas?
Hmm.. ini yang sedang kita bahas. Baju kelas bisa jadi merupakan lambang dari solidaritas semua anggota kelas. Menggunakan baju dengan warna ,model atau motif yang sama dalam satu kelas dianggap sebagai simbol kekompakan dan solidaritas. Yups..itu merupakan makna positif dari baju kelas. Tapi apakah baju kelas merupakan kewajiban yang harus dipenuhi sebagai simbol kekompakan atau solidaritas? Bukankah solidaritas yang sesungguhnya berasal dari individu siswa masing-masing? Bukankah solidaritas itu rajutan-rajutan rasa yang sebenarnya tak perlu diumbar?

Atau pembuatan baju kelas hanya sebagai ajang bersaing atau adu kreatifitas antar kelas? Menunjukkan kemampuan mereka mendesain, menuangkan segenap kreatifitas yang ada di kepala mereka pada kain-kain berpola. Atau hanya ikut-ikutan karena kelas lain membuat baju kelas? Lalu diburu rasa gengsi karena ingin juga memiliki? Salahkah tindakan membuat baju kelas? Tentunya tidak ada yang menyalahkan. Semuanya sah-sah saja selama tidak ada yang dirugikan. Namun membuat baju kelas pastinya bukan gratisan. Ada biaya yang harus kita keluarkan dan itu juga tidak sedikit. Bukan hanya Rp 1.000,00 atau Rp 2.000,00 tapi jauh lebih dari itu. Kalau ujung-ujungnya minta uang pada orang tua, rasanya memberatkan. Apalagi membuat baju kelas bukan hanya sekali. Lain halnya kalau kita berusaha mengumpulkan uang sendiri. Lalu pikirkan pula bahwa tidak semua dari kita dilahirkan dari keluarga yang beruntung. Masih ada yang merasa kesulitan mengeluarkan uang untuk selembar baju simbol solidaritas.


Yah.. apapun bentuknya, yang jelas bikin baju kelas boleh-boleh saja asal jangan sampai ada yang dirugikan dan merasa keberatan. Toh ini ajang tahunan kan??


Jangan sampai juga baju kelas dijadikan ajang persaingan atau sekedar ikut-ikutan. Sebab sebuah kekompakan,solidaritas, atau persahabatan tak perlu dilambangkan. Cukup dengan saling mengisi relung-relung kejiwaan.

ZC


Tidak ada komentar: